Indonesia dikenal sebagai suatu wilayah yang memiliki begitu banyak kekeyaan alam yang sangat luar biasa, seperti air, hujan dan lain sebagiannya. Namun seiring dengan meningkatnya populasi penduduk menyebabkan peningkatan pola konsumsi yang berlebihan. Sehingga muncullah istilah eksploitasi.
Sebagai paru-paru dunia, keberadaan hutan sudah sangat kritis. Banyak sekali aktivitas pembabatan hutan sebagai pengalihan lahan tanam dan aktivitas menyimpang lainnya. Dan Bima juga tak lepas dari masalah tersebut.
Dalam pelaksanaan seminar lingkungan hidup pada tanggal 03 Februari 2020 yang diadakan oleh mahasiswa KKN Posko Penanae, pihak BLH Kota Bima menyinggung bahwa Bima sedang dalam keadaan kritis. Hutan-hutan gundul, gunung hilang fungsi, mata air mengalami kekeringa dan ppoensi bencana bisa kapan saja timbul.
Seperti yang disampaikan oleh pak Hamdan H. Husen selaku sekertaris BLH Kota bima bahwa “di Bima gunung kehilangan fungsi, mata air hilang karena ulah manusia rakus. Yaitu pelaku-pelaku investor nakal yang menilai semua dengan rupiah sekalipun merenggut kekakayaan alam”
“Lingkungan yaitu air dan pohon. Baik buruknya lingkungan tergantung bagaimana pohon memberikan kesejukan bagi manusia” lanjut pak Hamdan
Dilanjutkan oleh pak Ir. Bambang Yusuf selaku pemateri dalam seminar lingkungan hidup bahwa “dalam kasus ini pemerintahan terlalu nyaman tidur dalam empuknya bantal. Sehingga dalam masalah ini pemerintahan tidak hadir sebagai solusi”
Sebagai aktivis lingkungan, pak Bambang merasa kecewa dengan kondisi bima sekarang ini karena pemerintahan bergerak sangat lamban dan acuh tak acuh. Iyah, karena meskipun bima dikenal sebagai wilayah yang memiliki kekayaan hutan, namun masyarakat masih miskin. Diikuti dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang minim fungsi.
Bayangkan saja dengan kekayaan hutan yang kita miliki, seharusnya bima harus mampu memanfaatkan peluang yg sudah ada. Katakanlah seperti di donggo, wera, wawo, ataupunefekti
Oleh karenanya kita membutuhkan cara yang sangat efekti dalam menanggulangi masalah ini. Kita memiliki begitu banyak pohon, yaitu 250.000 pohon, namun penjaganya hanya 8 orang. Sehingga itu tidak efektif, dan pemantauan ilegal loging tak nampak.
Sehingga dari seminar tersebut, maka pak bambang menyarankan bahwa kita harus menggunakan cara yang mampu menimallisir bencana tersebut yaitu dengan pemakaian sabuk gunung. Dengan pembangunan sabuk gunung, maka lahan yang pada dasarnya digunakan untuk menanam jagung akan berfungsi sebagai penahanan banjir ataupun longsor.
Coba perhatikan gunung-gunung di wilayah parado, wawo dan sape. Apabila musim hujan tiba, pasti banjir tidak akan bisa dihindari.
Sehingga penggunaan sabuk gunung dipandang perlu menjadi alternatif dalam penanggulangan bencana dibima. Apalagi penggunaan sabuk gunung juga tak memerlukan pembiayayan yang sangat mahal dibandingkan terasering.
Adapun cara yang dilakukan yaitu fahami, sadari dan penyuluhan dengan :
1. Nasioal Koordinasi dengan mentri LKHK, Pertanian, dan BPN
2. Pengenalan Sabuk Gunung
3. Penghijauan sabuk gunung
4. Pengenalan dan penanaman kembali
Lanjut pak Hamdan “Menjaga kelestarian hidup demi terjaminnya hidup yang enak dan damai bersama alam.
Lestari lingkungan, manusia kenyang.”
Sungguh menjaga alam menjadi kewajiban kita bersama. Sebagaimana dalam Al-Qur’an dan Kitab Fiqh Lingkungan.